Candi Borobudur merupakan salah satu mahakarya arsitektur dunia yang memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi. Menapaki setiap tingkatannya bukan hanya sebuah perjalanan wisata, tetapi juga pengalaman reflektif yang memperkenalkan makna kedamaian melalui simbol dan relief kuno. Candi Borobudur berdiri sebagai saksi peradaban sekaligus ruang untuk menemukan ketenangan. Setiap anak tangga yang dinaiki bukan hanya membawa pengunjung semakin tinggi secara fisik, tapi juga mengajak hati dan pikiran melangkah menuju kedamaian. Di tempat inilah sejarah, spiritualitas, dan keindahan alam berpadu, menciptakan pengalaman wisata yang bukan sekadar melihat, tetapi juga merasakan ketenangan batin.
Bab I Asal Usul Nama Candi Borobudur
Nama
Borobudur masih menjadi bahan perdebatan, dirasakan perlu untuk mengkaji
kembali mengenai asal-usul nama Borobudur. Banyak sarjana Belanda dan Indonesia
yang telah membuat hipotesis mengenai nama Borobudur. Beberapa sarjana
mengartikan kata boro dengan ‘biara’, sedangkan kata budur masih belum ada
kesepahaman. Ada yang mengartikannya ‘besar’, buddha berarti ‘bukit’ sehingga
Borobudur bisa diartikan ‘biara yang agung’, ‘kota Buddha’, dan ‘biara di atas
bukit’. Namun, J.G. de Casparis mempunyai asumsi yang berbeda. Ia menyebutkan
bahwa Borobudur berasal dari
kata bhūmisambhārabūdhara yang
artinya ‘bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan Boddhisattwa’. Di pihak
lain, dalam data tekstual dikatakan
bahwa budur adalah nama pohon
sejenis palem dan nama tuak yang terbuat dari pohon budur. Karena banyak nama
tempat di Jawa yang memakai nama pohon, seperti jombang, gebang, kampung rambutan, kebon nanas, kemungkinan besar budur adalah nama tumbuhan
yang menjadi nama tempat. Dalam
penelusuran nama Borobudur
dipakai metode komparatif dengan pendekatan etimologi.
Dari kajian ini
diketahui bahwa nama
Borobudur berasal dari dua kata, yaitu boro dan budur. Boro berasal dari kata biara dan budur adalah nama desa yang
diambil dari nama tumbuhan, yaitu pohon budur. Dengan demikian, Borobudur dapat
diartikan ‘biara yang terletak di Desa Budur’.
Berikut Juga Asal Nama Borobududur berdasarkan ahli/pakar:
- Raffles dalam History of Java menulis berdasarkan cerita penduduk desa di sekitar candi bahwa Borobudur berasal dari kata boro dan budur. Budur artinya "purba". Karenanya Borobudur dapat diartikan "boro purba". Sementara Raffles sendiri berpendapat Borobudur berasal dari kata boro artinya "agung" dan budur dari kata Buddha. Jadi, arti Borobudur adalah "Buddha yang Agung".
- Pakar sastra Jawa Kuno, R.M. Ng. Poerbatjaraka, menerjemahkan boro dengan "biara" karena ada nama tempat yang diawali dengan kata boro, yaitu Boro Kidul, artinya "Biara di Selatan".
- Kemudian arkeolog Belanda, Willem Frederik Stutterheim mengartikan Borobudur sebagai "biara di atas bukit" karena buḍur berasal dari bahasa Minangkabau, buduā, artinya "sedikit menonjol" atau "bukit".
- Sedangkan J.L. Moens mengatakan Borobudur merupakan nama Jawa. Asalnya dari kata bhārabudhūr dalam bahasa India Selatan yang artinya "kota". Jadi, Borobudur artinya "kota Buddha".
Bab II Sejarah Candi Borobudur
Menjelang tahun 1814, Borobudur muncul dalam dunia ilmu
pengetahuan modern. Sir Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal
lnggris pada masa pemerintahan lnggris yang singkat (1811-1816) menugasi
seorang insinyur mengadakan penyelidikan. 200 orang bertugas menebangi pohon,
membakari semak-semak, dan menggali tanah yang mengubur seluruh candi itu. Pada
tahun 1835 Borobudur akhirnya bertengger bebas di atas bukit dengan bagian kakinya
terselubung. Antara tahun 1890-1891 seluruh kaki terselubung itu dibuka dan
panel-panel relief yang sudah lama terpendam itu dipotret sebelum 12.000 meter
kubik batu tersebut ditata kembali.
Sesungguhnya, bila dibandingkan dengan usianya, penggunaan
Borobudur sebagai tempat ziarah penganut agama Budha amatlah singkat kira-kira
150 tahun, dihitung dari saat para pekerja mulai menghiasi bukit (alami)
Borobudur dengan batu-batu di bawah pemerintahan Raja Smaratungga, dinasti
Syailendra sekitar tahun 800-an. Dengan berakhirnya Kerajaan Mataram, tahun
930, pusat daya tarik kehidupan politik dan kebudayaan Jawa bergeser ke timur
dan terkecuali dua buah rujukan ringkas dalam manuskrip abad XVIII Borobudur
hilang dari sejarah. Gempa dan tanah lorot telah menimbulkan malapetaka (bagi
Borobudur) dan rimba pun kembali melebat.
Sebagai peninggalan budaya yang didirikan pada masa kejayaan
agama Budha Mahayana di Indonesia, yaitu pada abad IX, struktur bangunan dan
ragam hiasnya menggambarkan lintasan hidup yang ditempuh oleh setiap individu
untuk mencapai kebijaksanaan tertinggi. Oleh karena itu relief yang mengisi
bidang-bidang hias kaki candi menggambarkan tataran hidup yang masih dikuasai
oleh nafsu dan kenikmatan (kamadhatu). Tataran berikutnya menggambarkan kehidupan
ideal yang harus ditempuh oleh setiap individu dalam usahanya melepaskan diri
dari segala kesengsaraan dan siklus reinkarnasi (rupadhatu) . Tataran hidup
selanjutnya yaitu arupadhatu atau "tanpa perwujudan", tercermin dalam
puncak candi yang tidak beragam hias kecuali stupa-stupa yang didalamnya
terdapat patung Budha. Puncak Borobudur itu melambangkan nirwana yaitu tujuan
akhir dari setiap umat.
Bab III Tata Bangunan Candi Borobudur
| Source : Panitia Nasioanl Peresmian Berakhirnya Pemugaran Candi Borobudur. 1983. Borobudur 1973-1982 |
Candi Prambanan merupakan puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, yaitu stupa dan mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah Indonesia. Sebagai perpaduan antara pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.
Bangunan Candi Borobudur terdiri dari enam platform persegi dan diatasnya terdapat tiga platform melingkar yang dihiasi dengan 2.672 panel relief dan 504 patung Buddha.Candi Borobudur tidak hanya memiliki luas struktur bangunan
secara fisik, tetapi juga menyimpan ajaran Budha yang disampaikan melalui
simbol-simbol pada arca, relief, dan stupa.
Struktur bangunan Candi Borobudur terdiri dari tiga bagian,
yaitu: kepala, badan, dan kaki. Bagian-bagian Candi Borobudur ini memiliki
makna berbeda dan berhubungan secara tersirat berdasarkan konsep Buddhisme,
yaitu fase perkembangan jiwa dan episode kehidupan sang Buddha.
Kaki candi disebut Kamadhatu, sebagai dasar bangunan candi
dan berisi 160 panel. Bagian ini menggambarkan alam pertama dari ketiga lapis
tingkat kesadaran spiritual manusia menurut konsep Buddhisme yang disebut
Kamadhatu atau alam hawa nafsu, dimana karakter binatang mendominasi
kepribadian yang dimiliki manusia. Pada bagian ini terdapat relief yang memuat
kisah Karmavibhangga, menggambarkan perjalanan hidup manusia di dunia, dimana
manusia masih dikuasai oleh hawa nafsu dan persiapan mental yang harus diraih
sebelum mencapai tujuan akhir, yaitu terbebas dari ikatan duniawi.
Badan candi
disebut Rupadhatu, berisi 1.300 panel yang menyiratkan “alam antara”, yaitu
tahap dimana manusia dapat mengalahkan keinginannya dan muncul kecenderungan
mulia, namun mereka masih terpengaruh oleh karakteristik manusia yang khas. Di
badan candi terdapat empat lorong. Pada lorong pertama dinding candi berisi 740
panel, mengisahkan cerita: (1) Lalitavistara, penggambaran kisah hidup Sidharta
Gautama sebagai pendiri Agama Buddha, dari beliau lahir hingga mencapai tempat
dimana Sang Buddha melakukan semedi dan memperoleh pencerahan yang disebut
Boddhi, (2) Jataka, menggambarkan Sang Buddha sebelum terlahir sebagai
Siddharta Gautama, dan (3) Avadana, menggambarkan tentang orang-orang suci.
Pada lorong kedua dinding candi berisi 228 panel, mengisahkan Sudhana yang
ingin mengetahui tentang boddhi. Pada lorong ketiga dinding candi berisi 176
panel, menggambarkan kisah Gandavyuha, yaitu tentang ketekunan dan usaha yang
tak kenal lelah untuk mencapai tujuan akhir. Dan pada lorong keempat dinding
candi berisi 156 panel, juga mengisahkan cerita Gandavyuha.
Kepala candi
disebut Arupadhatu (alam atas), merupakan alam para dewa atau tingkatan
tertinggi yang melambangkan kekosongan, kedamaian dan ketentraman, alam
spiritual tanpa hawa nafsu dan keinginan. Tingkatan ini menggambarkan seseorang
dalam perjalanan hidupnya jika melakukan kebajikan selangkah demi selangkah
akan mencapai puncak, yaitu boddhi atau tingkat tertinggi.
Bab IV Spot Berwisata di Candi Borobudur
Di dalam kompleks Candi Borobudur
- Menjelajahi candi: Jelajahi 9 tingkat candi yang terbagi menjadi 3 alam (Kadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu) dan lihat 504 patung Buddha serta 2.672 panel relief yang menceritakan kisah kehidupan Buddha.
- Melihat matahari terbit: Nikmati pemandangan matahari terbit yang spektakuler dari candi.
- Mengunjungi museum: Kunjungi Museum Borobudur (koleksi artefak), Museum Kapal Samudraraksa (kapal kuno), dan Museum MURI (karya seni) yang terletak berdekatan.
Di sekitar kawasan Borobudur
- Gereja Ayam (Bukit Rhema): Bangunan unik berbentuk ayam yang menawarkan pemandangan lanskap dari ketinggian.
- Desa Wisata Karanganyar: Pusat kerajinan gerabah di mana Anda bisa melihat proses pembuatan dan mencoba membuat gerabah sendiri.
- Sungai Elo: Cocok untuk pecinta olahraga air, menawarkan pengalaman arung jeram yang bisa disesuaikan tingkat kesulitannya, bahkan saat musim kemarau.
- Wisata Kelinci Borobudur: Lokasi untuk berinteraksi dengan kelinci di Dusun Parakan.
- Borobudur Land: Destinasi modern dengan wahana, spot foto Instagramable, dan kuliner yang cocok untuk keluarga.
Panitia Nasioanl Peresmian Berakhirnya Pemugaran Candi Borobudur. 1983. Borobudur 1973-1982


Posting Komentar